PEMANFAATAN KOMPOS ECENG GONDOK ( Eichornia crassipes ) UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays)
MAKALAH
SEMINAR
OLEH
Sukri Aidil Fitrah Hasibuan
Bp: 08 011 21 002
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
POLITEKNIK PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS
PAYAKUMBUH
2010
PEMANFAATAN KOMPOS ECENG GONDOK ( Eichornia crassipes ) UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays)
Pemakalah : Sukri Aidil Fitrah Hasibuan
No Bp : 0801121002
Moderator : M. Ihsan
Notulen : Meldawati
Pembahas Utama :1. Rocky Boy Hendra
:2. Indra Yanti Siregar
:3. Toni
Hari /Tanggal : Selasa 15 juni 2010
Tempat : Ruang F
Jam : 15:15 Wib - selesai
Nara sumber : 1. Ir. Yun Sondang, MP
2. Dra. Netti Yuliarti, Msi
PAYAKUMBUH
2010
I. PENDAHULUANSEMINAR
OLEH
Sukri Aidil Fitrah Hasibuan
Bp: 08 011 21 002
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
POLITEKNIK PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS
PAYAKUMBUH
2010
PEMANFAATAN KOMPOS ECENG GONDOK ( Eichornia crassipes ) UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays)
Pemakalah : Sukri Aidil Fitrah Hasibuan
No Bp : 0801121002
Moderator : M. Ihsan
Notulen : Meldawati
Pembahas Utama :1. Rocky Boy Hendra
:2. Indra Yanti Siregar
:3. Toni
Hari /Tanggal : Selasa 15 juni 2010
Tempat : Ruang F
Jam : 15:15 Wib - selesai
Nara sumber : 1. Ir. Yun Sondang, MP
2. Dra. Netti Yuliarti, Msi
PAYAKUMBUH
2010
1.1. Latar Belakang
Jagung (Zea mays) sebagai tanaman pangan di Indonesia menduduki urutan kedua setelah padi. Peranan jagung tidak kalah pentingnya dengan padi, karena jagung merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mengandung sumber karbohidrat yang dapat digunakan untuk menggantikan beras. Disamping sebagai bahan pangan, komoditi ini juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku industri.
Jagung cukup mengandung gizi dan serat kasar, sehingga memadai untuk dijadikan sebagai makanan pokok utama maupun dicampur dengan beras. Kandungan yang ada didalam jagung adalah: air 13,5%, protein 10,5%, lemak 4,0%, zat tepung 6,1%, gula 1,4%, pentosan 6,0%, serat kasar 2,3%, abu 1,4%, dan zat lain 0,4%.
Kebutuhan jagung di Indonesia pada tahun 2004 cukup besar, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering per tahun. Adapun konsumsi jagung terbesar untuk pangan dan industri pakan ternak. Hal ini dikarenakan sebanyak 51% bahan baku pakan ternak adalah jagung.
Seiring dengan adanya peningkatan konsumsi protein hewani maka industri pakan banyak yang bermunculan. Tentu saja dengan pertumbuhan industri pakan yang semakin meningkat menuntut penyediaan jagung yang semakin besar. Sementara itu berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi jagung Indonesia tahun 2002 sebesar 9,65 juta ton pipilan kering. Berdasarkan data, dari tahun 1998-2002 tidak terjadi kenaikan luas panen jagung. Diperkirakan luas panen jagung hanya 3,8 juta ha. Untuk mengatasi kekurangan jagung dalam negeri, khususnya untuk pakan ternak, tiap tahun terpaksa dilakukan impor sebesar 1,5 juta ton, sedangkan untuk pangan diimpor sekitar 0,5 juta ton. Padahal, potensi lahan untuk penanaman jagung masih tersedia. Dengan pembukaan lahan baru dan peningkatan produktivitas lahan yang ada, diharapkan impor jagung dapat tergantikan dari produksi dalam negeri (Purwono dan Rudi Hartono, 2007)
Dari sisi pasar, potensi pemasaran jagung terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya industri peternakan yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan jagung sebagai campuran pakan ternak. Selain bahan pakan ternak, saat ini juga berkembang produk pangan dari jagung dalam bentuk tepung jagung dikalangan masyarakat. Produk tersebut banyak dijadikan bahan baku untuk pembuatan produk pangan. Dengan gambaran potensi pasar jagung tersebut, tentu membuka peluang bagi petani untuk menanam jagung atau meningkatkan produksi jagungnya. Potensi pasar jagung di Indonesia pun semakin terbuka luas setelah adanya larangan impor jagung dari beberapa negara karena terindikasi membawa bibit penyakit mulut dan kuku (Purwono dan Rudi Hartono, 2007).
Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, sesuai ditanam di wilayah bersuhu tinggi, dan pematangan tongkol ditentukan oleh akumulasi panas yang diperoleh tanaman. Luas pertanaman jagung di seluruh dunia lebih dari 100 juta ha, menyebar di 70 negara, termasuk 53 negara berkembang. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan.
Pentingnya tanaman jagung dan banyaknya gizi yang bermanfaat yang terkandung didalamnya membuat jagung menjadi komoditi yang sangat menguntungkan, maka perlu diambil langkah-langkah dalam peningkatan produksi dengan pemanfaatan potensi alam dan meningkatkan ketrampilan pada bidang pertanian.
Untuk meningkatkan sektor pertanian, saat ini petani cendrung menggunakan pupuk anorganik. Misalnya dalam program intensifikasi tanaman pangan, pemupukan N, P, dan K merupakan komponen teknologi yang penting karena dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi. Pada pertanian konvensional penggunaan pupuk anorganik dan pestisida merupakan pengelolaan yang paling dominan. Total konsumsi pupuk anorganik nasional meningkat dari 0,63 juta ton (1975) menjadi 5,69 juta ton (2003), peningkatan terutama terjadi pada jenis pupuk Urea (Balai Penelitian Tanah, 2005).
Dalam prakteknya meningkatnya penggunaan pupuk anorganik tidak lagi meningkatkan produksi secara efektif, karena disamping menyebabkan efek residu pupuk yang tinggi, juga harga pupuk yang mahal tanpa subsidi tidak terjangkau oleh petani.
Menurut Balai Penelitian Tanah (2005) sebagian besar lahan pertanian intensif telah mengalami degradasi dan penurunan produktivitas lahan. Ini disebabkan karna: (a) pemupukan N (Urea/ZA) yang berlebihan yang mengakibatkan pemadatan lahan, (b) pemupukan P (TSP/SP-36) yang berlebihan dan tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman yang mengakibatkan penumpukan P di dalam tanah, (c) dan rendahnya kandungan bahan organik dalam tanah.
Dalam rangka peningkatan produksi tanaman jagung dan pengembalian kembali kesuburan tanah maka teknologi yang digunakan dalam Proyek Usaha Mandiri (PUM) ini adalah dengan pemberian kompos eceng gondok (Eichornia crassipes) sebagai pupuk organik. Bahan atau pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produktivitas pertanian, mengkonservasi hara, mengurangi pencemaran lingkungan, serta meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Sutanto (2002) menyatakan tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik, dan tanah yang berkecukupan bahan organik mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah. Dengan menjaga dan menaikkan kembali kesuburan tanah maka diharapkan produksi tanaman jagung dapat meningkat.
Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah satu gulma air. Gulma air umumnya mengandung 16-21% protein jenuh, kisaran tersebut sama dengan jenis tanaman daratan. Delapan puluh persen nitrogen total dalam bentuk protein. Asam amino yang dikandung hampir sama dengan rumput pakan.
Eceng gondok mengandung nitrogen (N), fosfat (P), kalium (K), kalsium (Ca), besi (Fe), magnesium (Mg), natrium (Na), sulfur (S), mangan (Mn), tembaga (Cu), dan seng (Zn) kurang lebih sama seperti tanaman yang hidup di daratan.
Walaupun kandungan unsur haranya tidak tinggi, namun eceng gondok dapat digunakan sebagai pupuk hijau untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan mengurangi efek residu pupuk anorganik yang diberikan tanah dan memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan, sekaligus menghemat pemakaian pupuk anorganik yang relatif mahal.
Komposisi eceng gondok terbanyak adalah air dan kandungan bahan kering sekitar 5-15%. Untuk memperoleh 1 ton bahan kering diperlukan 10 ton bahan segar. Menurut hasil penelitian di India (Sutanto, 2002) menunjukkan bahwa jenis tanaman gulma yang mengapung di danau atau kolam dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki tanah sawah. Eceng gondok dapat dikeringkan dan dikomposkan, lalu dicampur dengan debu untuk melindungi tanaman padi dari busuk akar.
Dalam pembuatan pupuk alternatif, eceng gondok juga dapat dijadikan sebagai bahan baku pupuk organik. Hal ini karena eceng gondok mengandung N, P, K, dan C organik yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil uji laboratorium, pupuk ini memiliki kandungan unsur hara N 1,86%, P2O5 1,2%, K2O 0,7%, C organik 19,81%, dan C/N ratio 6,18%. Dengan kandungan seperti ini, pupuk dari eceng gondok mampu menggantikan pupuk anorganik, dan dapat mengurangi penggunaan bahan kimia hingga 50% dari dosisnya.
Penggunaan pupuk organik berbahan baku eceng gondok memberikan hasil yang sangat menggembirakan. Anakan (percabangan) dari tiap batang lebih banyak dibandingkan awalnya. Dengan tambahan pupuk organik eceng gondok (Maharani) diperoleh 18-20 anakan padi, sedangkan dengan pupuk Urea hanya diperoleh 14-16 anakan padi. Tanaman yang diberi tambahan pupuk organik juga memiliki warna daun merata hijau. Sementara itu, tanaman yang diberi Urea, awalnya memiliki daun berwarna hijau, tapi lama kelamaan kekuningan. Tidak hanya itu, tanaman padi yang diberi tambahan pupuk organik ini memiliki batang yang lebih kuat dari tiupan angin dan tampilan fisiknya lebih tegak.
Jagung cukup mengandung gizi dan serat kasar, sehingga memadai untuk dijadikan sebagai makanan pokok utama maupun dicampur dengan beras. Kandungan yang ada didalam jagung adalah: air 13,5%, protein 10,5%, lemak 4,0%, zat tepung 6,1%, gula 1,4%, pentosan 6,0%, serat kasar 2,3%, abu 1,4%, dan zat lain 0,4%.
Kebutuhan jagung di Indonesia pada tahun 2004 cukup besar, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering per tahun. Adapun konsumsi jagung terbesar untuk pangan dan industri pakan ternak. Hal ini dikarenakan sebanyak 51% bahan baku pakan ternak adalah jagung.
Seiring dengan adanya peningkatan konsumsi protein hewani maka industri pakan banyak yang bermunculan. Tentu saja dengan pertumbuhan industri pakan yang semakin meningkat menuntut penyediaan jagung yang semakin besar. Sementara itu berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi jagung Indonesia tahun 2002 sebesar 9,65 juta ton pipilan kering. Berdasarkan data, dari tahun 1998-2002 tidak terjadi kenaikan luas panen jagung. Diperkirakan luas panen jagung hanya 3,8 juta ha. Untuk mengatasi kekurangan jagung dalam negeri, khususnya untuk pakan ternak, tiap tahun terpaksa dilakukan impor sebesar 1,5 juta ton, sedangkan untuk pangan diimpor sekitar 0,5 juta ton. Padahal, potensi lahan untuk penanaman jagung masih tersedia. Dengan pembukaan lahan baru dan peningkatan produktivitas lahan yang ada, diharapkan impor jagung dapat tergantikan dari produksi dalam negeri (Purwono dan Rudi Hartono, 2007)
Dari sisi pasar, potensi pemasaran jagung terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya industri peternakan yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan jagung sebagai campuran pakan ternak. Selain bahan pakan ternak, saat ini juga berkembang produk pangan dari jagung dalam bentuk tepung jagung dikalangan masyarakat. Produk tersebut banyak dijadikan bahan baku untuk pembuatan produk pangan. Dengan gambaran potensi pasar jagung tersebut, tentu membuka peluang bagi petani untuk menanam jagung atau meningkatkan produksi jagungnya. Potensi pasar jagung di Indonesia pun semakin terbuka luas setelah adanya larangan impor jagung dari beberapa negara karena terindikasi membawa bibit penyakit mulut dan kuku (Purwono dan Rudi Hartono, 2007).
Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, sesuai ditanam di wilayah bersuhu tinggi, dan pematangan tongkol ditentukan oleh akumulasi panas yang diperoleh tanaman. Luas pertanaman jagung di seluruh dunia lebih dari 100 juta ha, menyebar di 70 negara, termasuk 53 negara berkembang. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan.
Pentingnya tanaman jagung dan banyaknya gizi yang bermanfaat yang terkandung didalamnya membuat jagung menjadi komoditi yang sangat menguntungkan, maka perlu diambil langkah-langkah dalam peningkatan produksi dengan pemanfaatan potensi alam dan meningkatkan ketrampilan pada bidang pertanian.
Untuk meningkatkan sektor pertanian, saat ini petani cendrung menggunakan pupuk anorganik. Misalnya dalam program intensifikasi tanaman pangan, pemupukan N, P, dan K merupakan komponen teknologi yang penting karena dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi. Pada pertanian konvensional penggunaan pupuk anorganik dan pestisida merupakan pengelolaan yang paling dominan. Total konsumsi pupuk anorganik nasional meningkat dari 0,63 juta ton (1975) menjadi 5,69 juta ton (2003), peningkatan terutama terjadi pada jenis pupuk Urea (Balai Penelitian Tanah, 2005).
Dalam prakteknya meningkatnya penggunaan pupuk anorganik tidak lagi meningkatkan produksi secara efektif, karena disamping menyebabkan efek residu pupuk yang tinggi, juga harga pupuk yang mahal tanpa subsidi tidak terjangkau oleh petani.
Menurut Balai Penelitian Tanah (2005) sebagian besar lahan pertanian intensif telah mengalami degradasi dan penurunan produktivitas lahan. Ini disebabkan karna: (a) pemupukan N (Urea/ZA) yang berlebihan yang mengakibatkan pemadatan lahan, (b) pemupukan P (TSP/SP-36) yang berlebihan dan tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman yang mengakibatkan penumpukan P di dalam tanah, (c) dan rendahnya kandungan bahan organik dalam tanah.
Dalam rangka peningkatan produksi tanaman jagung dan pengembalian kembali kesuburan tanah maka teknologi yang digunakan dalam Proyek Usaha Mandiri (PUM) ini adalah dengan pemberian kompos eceng gondok (Eichornia crassipes) sebagai pupuk organik. Bahan atau pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produktivitas pertanian, mengkonservasi hara, mengurangi pencemaran lingkungan, serta meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Sutanto (2002) menyatakan tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik, dan tanah yang berkecukupan bahan organik mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah. Dengan menjaga dan menaikkan kembali kesuburan tanah maka diharapkan produksi tanaman jagung dapat meningkat.
Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah satu gulma air. Gulma air umumnya mengandung 16-21% protein jenuh, kisaran tersebut sama dengan jenis tanaman daratan. Delapan puluh persen nitrogen total dalam bentuk protein. Asam amino yang dikandung hampir sama dengan rumput pakan.
Eceng gondok mengandung nitrogen (N), fosfat (P), kalium (K), kalsium (Ca), besi (Fe), magnesium (Mg), natrium (Na), sulfur (S), mangan (Mn), tembaga (Cu), dan seng (Zn) kurang lebih sama seperti tanaman yang hidup di daratan.
Walaupun kandungan unsur haranya tidak tinggi, namun eceng gondok dapat digunakan sebagai pupuk hijau untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan mengurangi efek residu pupuk anorganik yang diberikan tanah dan memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan, sekaligus menghemat pemakaian pupuk anorganik yang relatif mahal.
Komposisi eceng gondok terbanyak adalah air dan kandungan bahan kering sekitar 5-15%. Untuk memperoleh 1 ton bahan kering diperlukan 10 ton bahan segar. Menurut hasil penelitian di India (Sutanto, 2002) menunjukkan bahwa jenis tanaman gulma yang mengapung di danau atau kolam dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki tanah sawah. Eceng gondok dapat dikeringkan dan dikomposkan, lalu dicampur dengan debu untuk melindungi tanaman padi dari busuk akar.
Dalam pembuatan pupuk alternatif, eceng gondok juga dapat dijadikan sebagai bahan baku pupuk organik. Hal ini karena eceng gondok mengandung N, P, K, dan C organik yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil uji laboratorium, pupuk ini memiliki kandungan unsur hara N 1,86%, P2O5 1,2%, K2O 0,7%, C organik 19,81%, dan C/N ratio 6,18%. Dengan kandungan seperti ini, pupuk dari eceng gondok mampu menggantikan pupuk anorganik, dan dapat mengurangi penggunaan bahan kimia hingga 50% dari dosisnya.
Penggunaan pupuk organik berbahan baku eceng gondok memberikan hasil yang sangat menggembirakan. Anakan (percabangan) dari tiap batang lebih banyak dibandingkan awalnya. Dengan tambahan pupuk organik eceng gondok (Maharani) diperoleh 18-20 anakan padi, sedangkan dengan pupuk Urea hanya diperoleh 14-16 anakan padi. Tanaman yang diberi tambahan pupuk organik juga memiliki warna daun merata hijau. Sementara itu, tanaman yang diberi Urea, awalnya memiliki daun berwarna hijau, tapi lama kelamaan kekuningan. Tidak hanya itu, tanaman padi yang diberi tambahan pupuk organik ini memiliki batang yang lebih kuat dari tiupan angin dan tampilan fisiknya lebih tegak.
1.2. Tujuan
a) Melatih mahasiswa untuk membuat makalah seminar dan mempresentasikannya.
b) Mempelajari teknologi pemberian kompos eceng gondok pada tanaman.
c) Memperoleh keuntungan dari hasil produksi tanaman jagung dengan menggunakan kompos eceng gondok.
b) Mempelajari teknologi pemberian kompos eceng gondok pada tanaman.
c) Memperoleh keuntungan dari hasil produksi tanaman jagung dengan menggunakan kompos eceng gondok.
II. METODE PELAKSANAAN
2.1 Waktu dan Tempat
Proyek Usaha Mandiri (PUM) ini dilaksanakan di lahan Politeknik Pertanian Universitas Negeri Payakumbuh, Tanjung Pati, Kab. Lima Puluh Kota, Propinsi Sumatra Barat, selama empat (4) bulan.
2.2 Alat dan bahanA. Alat
Alat yang digunakan pada Proyek Usaha Mandiri (PUM ) ini adalah cangkul, kored, garu, tugal, tali rapia, meteran, karung goni, thermometer, dan parang.
B. BahanBahan-bahan yang digunakan adalah benih jagung hibrida, pupuk Urea, TSP, KCl, eceng gondok, dedak, sekam, dan EM 4 yang berguna mempercepat proses penguraian eceng gondok segar menjadi kompos eceng gondok.
2.3 Langkah KerjaA. Pembuatan Kompos Eceng Gondok
Dalam pembuatan eceng gondok diperlukan lubang tempat pengomposan. Ukuran lubang pembuatan kompos ini adalah 100 x 100 x 60 cm. Setelah tersedianya lubang ini maka dimasukkan eceng gondok segar setebal ±20 cm dan dipadatkan, lalu taburkan secara merata dedak, sekam dan EM 4. Setelah itu masukkan kembali eceng gondok dan lakukan pemadatan kembali sampai ketinggiannya bertambah ±20 cm dan taburkan kembali dedak, sekam dan EM 4 di atas tumpukan, lakukan sampai ketinggian eceng gondok 100 cm lalu ditutup.
Pada hari ke dua, suhu timbunan akan meningkat sampai 70-80°C. Untuk mempercepat pengomposan ini maka perlu dilakukan pembalikan hari ke 7 dan 14 setelah pembuatan. Setelah 21 hari kompos akan matang dan suhu akan turun mejadi kira-kira 30 oC, artinya kompos eceng gondok siap untuk digunakan di lapangan (lahan).
B. Penyiapan LahanPada hari ke dua, suhu timbunan akan meningkat sampai 70-80°C. Untuk mempercepat pengomposan ini maka perlu dilakukan pembalikan hari ke 7 dan 14 setelah pembuatan. Setelah 21 hari kompos akan matang dan suhu akan turun mejadi kira-kira 30 oC, artinya kompos eceng gondok siap untuk digunakan di lapangan (lahan).
Tanaman jagung memerlukan aerasi dan drainase yang baik sehingga perlu pengolahan tanah. Pengolahan tanah akan dilaksanakan dengan menggunakan cangkul, tanah akan dicangkul sedalam 15-20 cm, diikuti dengan penggaruan tanah sampai rata. Penyiapan lahan ini dilakukan seminggu sebelum penanaman.
Ketika mempersiapkan lahan, sebaiknya tanah jangan terlampau basah, tetapi cukup lembab sehingga mudah dikerjakan dan tidak lengket. Untuk jenis tanah berat dengan kelebihan air, perlu dibuatkan saluran drainase. Lahan disiapkan selagi proses pengomposan dilaksanakan.
C. Pemberian Kompos Eceng GondokKetika mempersiapkan lahan, sebaiknya tanah jangan terlampau basah, tetapi cukup lembab sehingga mudah dikerjakan dan tidak lengket. Untuk jenis tanah berat dengan kelebihan air, perlu dibuatkan saluran drainase. Lahan disiapkan selagi proses pengomposan dilaksanakan.
Pemberian kompos eceng gondok ini dilakukan sehari sebelum penanaman, pemberiannya dilakukan di sekitar lobang tanam.
D. PenanamanSetelah proses pengolahan lahan selesai maka dilakukan penanaman. Sebelum penanaman dibuatkan terlebih dahulu lubang tanam dengan jarak 70 x 25 cm. Lubang tanam ditugal dengan kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih.
E. PenyulamanPenyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (HST). Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.
F. PenyianganPenyiangan pertama dilakukan 15 hari setelah tanam. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dilakukan dengan tangan atau cangkul. Penyiangan harus dijaga agar jangan sampai mengganggu dan merusak perakaran tanaman. Penyiangan kedua dilakukan sekaligus dengan pembumbunan yaitu 4 minggu setelah tanam.
G. PembumbunanPembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan kedua (4 minggu setelah tanam) untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman ditarik dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang.
H. PemupukanPemupukan dilakukan sebagai penambah unsur hara yang ada didalam tanah. Dosis yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah dan varietas jagung yang ditanam. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dan 4 minggu setelah tanam bersamaan dengan pembumbunan.
I. Panen
Panen dilakukan pada saat tanaman sudah cukup masak yaitu biasanya ± 7 minggu setelah berbunga. Bisa juga dengan melihat kulit jagung atau kelobot sudah kuning. Pemeriksaan di lapangan dapat dilakukan dengan menekan kuku ibu jari pada bijinya, bila tidak membekas jagung dapat segera dipanen.
J. PascapanenSetelah dilakukan pemanenan maka dilakukan pengeringan dengan cara menjemurnya di bawah sinar matahari, setelah itu jagung dapat dipipil dengan bantuan mesin pemipil jagung. Setelah proses pasca panen selesai maka jagung yang sudah dipipil dapat dipasarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sutanto A., A. Yusuf dan A. Taher. 1994. Pengaruh bentuk dosis, dan metode pemupukan Urea terhadap status N pada padi sawah. Risalah Seminar V0l V. BPTP Sukarami
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan pertanian organik, pemasyarakatan dan pengembangannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 219 hal.
Suprapto. Bertanam jagung. Penerbit Penebar Swadaya, Bogor. 59 hal.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Prospek pengembangan dan pemanfaatan pupuk organik di Indonesia. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Rismawati. 1998. Penggunaan varietas bisma untuk meningkatkan produksi jagung pada lahan kering di Balai Benih Induk Palawija Ladang Lawas. Laporan Tugas Akhir. Politani Negeri Payakumbuh.
Purwono, R. Hartono. 2007. Bertanam jagung unggul. Penerbit Penebar Swadaya, Bogor. 67 hal.
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan pertanian organik, pemasyarakatan dan pengembangannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 219 hal.
Suprapto. Bertanam jagung. Penerbit Penebar Swadaya, Bogor. 59 hal.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Prospek pengembangan dan pemanfaatan pupuk organik di Indonesia. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Rismawati. 1998. Penggunaan varietas bisma untuk meningkatkan produksi jagung pada lahan kering di Balai Benih Induk Palawija Ladang Lawas. Laporan Tugas Akhir. Politani Negeri Payakumbuh.
Purwono, R. Hartono. 2007. Bertanam jagung unggul. Penerbit Penebar Swadaya, Bogor. 67 hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar